Teman-teman..... Siapa yang kalu ibunya ultah kalian ngado???....
Aq punya cerita lho..... Ini nyata... Tapi bukan karya ku sih.... Ini karya ayahq... HIhihihi... gak papa ya....
Nanti kalau udah baca tolong kasih saran ya???
UNTUK
IBUUU.....
Dua
bocah ini sibuk menghitung-hitung uang ribuan di kamar. Sebenarnya saya tak
sengaja memergokinya. Saya pun agak kaget, ya biasanya mereka memasukan uang
dalam tabungan sekolah.....atau paling tidak celengen. Tapi yang ini tidak, dia
masukkan dalam dompet yang lusuh. Emmm ...uang Kalian kok banyak ..dapat dari
mana ya? Tanya ku sekedar ingin tahu. Saya jauhkan pikiran-pikiran bahwaa
mereka telah mengambili uang dari mobil atau uang belanja ibunya yang biasanya
ditaruh diatas kulkas, sebab saya tahu betul karakter anak-anak saya, bahwa
merekaa tidak mungkin melakukan itu tanpa seijin saya atau ibunya. Nilai
kejujuran jauh lebih utama dari segalanya, bahkan termasuk angka-angka raport.
Apalah artinya nilai tinggi jika itu diperoleh dari hal yang tidak jujur. Itulah sebabnya saya juga tidak mendoktrim
mereka dengan glamor angka matematika, IPA atau apa saja. Kalau pun ada remedi,
saya pun menanggapinya dengan santai ...ya remidi saja. Saya ingin mereka
berproses dengan dirinya, bukan karena ayahnya atau ibunya tetapi rasa
tanggungjawab itu timbul dalam kesadaran dirinya. Saya ingin mereka merasakan
bahwa remidi itu memalukan, remidi itu tidak enak dan akhirnya timbul rasa
ingin belajar lebih giat lagi. Proses internalisasi nilai ini jauh lebih efektif daripada hanya sekedar
membentak, menghardik anak yang ujung-ujungnya anak menjadi semakin tertekan.
Saya
sebenarnya tidak ingin menulis ini dalam bentuk apapun cerita ini, tapi saya
pikir saya harus menulisnya agar kelak mereka bisa membuka account fb saya dan
membacanya ...(jika suatu saat mereka dewasa).
Masih
dalam situasi di kamar, secara tiba-tiba si Kakak menyodorkan uang itu kepada
saya, ayahnya. “Ayah, uang ini hasil tabungan Kakak sama Adik jumlahnya 43
ribu, Kakak 22 ribu, dan Adik 21 ribu ....karena hari ini Adik nggak setor Yah”.
Iya, nih uangku seribu tambahkan Kak, setioran hari ini ya,” sergah Adiknya
dengan lugunya. Sampai disini saya belum tahu arah percakapan mereka.
“Sebentar,
uang ini dari mana dan mengapa nggak kalian masukan celengan atau tabungan
sekolah”.
“Nggak
Ayah, ini hasil tabunganku sama Adik, tolong titip belikan kado buat ibu”.
“Buat
ibu???”
“Iya
ya, bukankah besuk Senin, ulang tahunnya ibu?
“Ya
Allah, Ayah sampai nggak ingat ...
“Bener
lho yah Kakak sama adik nitip ....tolong belikan ....”
“Emm...ngomong2
darimana uang ini?”
“Kakak
dan Adik tiap hari nabung yah, sehari seribu ....”
“Kalian
nggak jajan?”
“Ya
ditahan ya, khan masih ada seribu..”
Terus
terang saya agak tertegun mendengar celotehan mereka, hampir nggak percaya ....
Saya pikir selama ini mereka adalah bocah-bocah lugu yang nggak pernah berpikir
bagaimana memberikan kebahagiaan. Saya berpikir mereka adalah bocah-bocah yang
mengedepankan ego yang besar sebagaimana dunia anak-anak atau setidaknya itulah
yang saya tahu dari ilmu psikologi pendidikan yang pernah saya terima. Saya
pikir tugas-tugas perkembangan bagi mereka tidak sejauh itu menjangkau dunia
kasih sayang ....
Tentu
bukan masalah seberapa nilai uang, tetapi ini lebih pada nilai tataran hati keihlasan
seorang anak, bagaimana mereka bisa menahan tidak jajan demi untuk
mempersembahkan kasih sayang pada seorang ibu. Ibu yang telah melahirkannya,
mendidiknya dengan penuh kasih sayang. Dan, tentu semua itu mereka rasakan.
Barangkali mereka ingin membalas budi, walau dengan mengumpulkan apa yang
mereka mampu.
Uang
itu lusuh sekali, saya menatanya satu persatu ...pas 44 ribu rupiah. Itu
berarti mereka sudah menahan untuk mengurangi jajan mereka dari 2 ribu menjadi
seribu selama 22 hari sekolah. Itu artinya mereka sudah memiliki rencana satu
bulan yang lalu untuk mempersembahkan sesuatu yang barangkali biasa, tetapi
bagi saya itu diluar yang saya pikirkan. Lidah ini terasa keluh, mata tak kuasa
menahan lelehan air. Ya Allah kau kirimkan kepada kami anak-anak yang sholehah,
terimakasih ya Rab. Berilah kekuatan kepada kami mengemban amanahmu mendidik mereka untuk
menjadi anak-anak sholehah sampai mereka bisa mandiri.
Kepada
istriku barangkali ulang tahun adalah hal yang biasa, bahkan tidak pernah
dirayakan atau kadang terlupakan. Tetapi untuk ulangtahun kali ini, anak-anak
kita telah membawa nuansa lain. Dan, itu yang perlu kita rayakan, kita syukuri.
Dalam
kado yang kubungkus dengan indah mereka titip tulisan “Ibu, Selamat Ulang
Tahun, Semoga Panjang Umur ....Maafin Kakak dan Adik ya jika selama ini ada
salah ....Kami semua sayang Ibu ....
Barangkali
itulah hadiah terindah selama ini ......
Selamat
Ulang Tahun istriku ....terima kasih telah menjadi ibu yang baik bagi anak-anak
....
Mojokerto,
10-10-2011